Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui tentang bentuk perlindungan hukum terhadap
pemegang Hak Cipta karya sinematografi dan tanggung jawab hukum apabila terjadi
pembajakan karya sinematografi. Penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif. Dalam penelilitian normatif menggunakan metode pendekatan untuk
mengkaji peraturan perundang– undangan yang berlaku. Masalah pembajakan karya
cipta ini diatur dalam Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Pembajakan yang terjadi karena ketidakpedulian masyarakat terhadap sebuah karya
cipta dan keadaaan ekonomi masyarakat yang menganggap mahalnya sebuah karya
cipta. Berdasarkan hasil hasil temuan,
bahwa sejauh ini aparat penegak hukum belum menegakkan ketentuan sebagaimana
diatur dalam di undang-undang dengan tidak menghukum seberat-beratnya kepada
pelaku pelanggaran Hak Cipta.
Kata
Kunci : Perlindungan Hukum, Hak Cipta, Karya Sinematografi, Pembajakan
PENDAHULUAN
Hukum
HKI adalah hukum yang mengatur perlindungan bagi para pencipta dan penemu karya
- karya inovatif sehubungan dengan pemanfaatan karya - karya mereka secara luas
dalam masyarakat. Karena itu tujuan hukum HKI adalah menyalurkan kreativitas
individu untuk kemanfaatan manusia secara luas. Sebagai suatu hak ekslusif, HKI
secara hukum mendapat tempat yang sama dengan hak-hak milik lainnya.
Salah
satu jenis HKI yaitu Hak Cipta. khususnya mengenai Hak Cipta akan di di
definisikan sebagai berikut. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi
(economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk terkait. Hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus dengan alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau hak terkait telah
dialihkan.
Salah
satu karya dibidang Hak Cipta adalah karya sinematografi. Sinematografi
merupakan suatu teknik dalam menciptakan
suatu karya seni khususnya film. Dalam hal ini sangat perlu diperhatikan dalam
pembuatan suatu karya sinematografi yaitu teknik sinematogafi dapat di artikan
sebagai teknik pembuatan film dan di butuhkan dalam menciptakan karya film yang
baik. Teknik sinematografi dalam film menjadi unsur penting dalam menggambarkan
atau menuliskan makna dari ide cerita agar mudah dicerna oleh penikmat film
atau masyarakat. Teknik sinematografi berkaitan dengan bagaimana tata letak
kamera sebagai alat dalam pengambilan gambar dalam menghasilkan visualisasi
yang dinamis serta kedalaman ilusi pada obyek, bagaimana bahasa gambar dapat
mewakili pesan yang ingin disampaikan, bagaimana pemilihan latar seting atau
latar tempat agar dapat mewakiliilustrasi sesuai ide cerita dan berbagai
pengaturan lainnya yang berkaitan dengan efek apa yang akan dicapai.
Karya
sinematografi merupakan salah satu jenis HKI yang secara nyata telah memberikan
kontribusi terhadap pendapatan negara adalah industri film. Oleh karena itu
tidaklah berlebihan jika hasil karya cipta intelektual manusia harus diberikan
perlindungan hukum yang memadai.
Kenyataannya
film mancanegara juga di bajak tak beda jauh dengan film lokal yang sejak lama
mengalami nasib yang sama juga. VCD/DVD bajakan
“ada apa dengan cinta?” misalnya tergolong sangat laris dan menjadi
legenda di pasar
gelap
negeri ini. Menurut data dari ASIREVI, dua minggu setelah film diliris ke
pasaran, tepatnya 21 februari sampai 6 maret 2002, jumlah VCD/DVD yang berhasil
digandakan oleh pembajak dalam satu hari bisa mencapai 200.000 keping VCD/DVD
ilegal.
Berdasarkan
latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan mengenai : 1) upaya
perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta atas pembajakan karya
sinematografi menurut UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta; 2) tanggung jawab
hukum pemerintah apabila terjadi pembajakan karya sinematografi menurut UU No.
28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui bentuk
perlindungan hukum dari pemerintah terhadap pemegang Hak
Cipta
atas kasus pembajakan karya sinematografi menurut Undang-Undang No. 28 Tahun
2014 Tentang Hak Cipta; 2) Untuk mengetahui tanggung jawab hukum jika terjadi
pembajakan karya sinematografi menurut UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Manfaat
yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1) Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pemikiran yang berarti bagi ilmu pengetahuan hukum
khususnya hukum bisnis serta masyarakat umunya mengenai perlindungan hukum
terhadap pemegang Hak Cipta atas pembajakan karya sinematografi; 2) Penelitian
ini bermanfaat bagi para pembuat film (sineas) tentang perlindungan hukum yang
di berikan oleh pemerintah terhadap para pemegang Hak Cipta atas pembajakan
karya sinematografi menurut UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang bersumber dari bahan
hukum kepustakaan dan aturan Perundang-Undangan, dan metode pendekatannya
adalah Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach),
Pendekatan
Konseptual (Conceptual Approach), dan Pendekatan Studi Kasus.
PEMBAHASAN
Upaya
Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Karya
Sinematografi
menurut UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Pembajakan
dalam bidang film/rekaman video makin marak terjadi. Hal ini dikarenakan kaset
yang asli dipatok dengan harga yang lumayan mahal. Jika dibandingkan dengan
harga VCD/DVD bajakan yang hanya dibandrol dengan harga sepuluh ribu rupiah per
keping. Dengan kualitas gambar yang hampir sama. Tentu saja hal ini merupakan
sesuatu yang sangat menarik bagi penggemar film. Dengan semakin banyaknya
peminat dan pembeli VCD/DVD bajakan ini, tentu saja membuat pihakpihak yang
melakukan pembajakan semakin menjalar.
Menurut
pengamatan ASIREVI, pembajakan dalam format VCD/DVD semakin meningkat karena
banyaknya relokasi pabrik VCD/DVD
illegal dari Cina,
Hongkong,
dan Malaysia ke Indonesia. Diwilayah ini sedikitnya 2 juta keping VCD/DVD
diedarkan setiap harinya, termasuk yang beredar dan dijual secara bebas di
pertokoan.4
Untuk
mengatasi suatu pelanggaran Hak Cipta ada perlindungan hukum yang diberikan
oleh pemerintah yang bisa di lakukan melalui 2 (dua) cara yaitu :
1. Upaya Preventif
atau
upaya pencegahan yaitu suatu upaya untuk
mengurangi terjadinya kegiatan pembajakan atau penggandaan karya cipta
sinematografi yang dapat menyebabkan kerugian. Upaya preventif merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya tindakan penggandaan karya
cipta sinematografi.
Ada
beberapa penyebab terjadinya pelanggaran HKI terhadap bisnis barangbarang
bajakan meningkat, antara lain: (1). Keuntungan lebih mudah diperoleh
dibandingkan jumlah investasi dan biaya yang diperlukan untuk aktivitas
pemalsuan. Misalnya para pemalsu tidak harus menanggung besarnya biaya riset,
iklan, pendaftaran HKI atau untuk mendapatkan lisensi dan untuk mendapatkan Hak
Cipta. selain itu pemalsu tidak perlu membayar pajak dan biaya asuransi. (2).
para pemalsu dapat membayar denda yang dibebankan oleh pengadilan atau
pemerintah. (3). Kemajuan teknologi mendorong barang-barang bajakan yang
berkualitas tinggi dapat dengan mudah diproduksi oleh para pemalsu. (4).
Sindikat atau kelompok kejahatan menjadi pendukung finansial dan distribusi
barang-barang bajakan. (5). Kurang memadainya Undang-undang Hak Cipta dan
kurang efektifnya tindakan penegakan hukum di sebuah Negara dimana barang
tersebut beredar.
Setelah
diketahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana ini barulah bisa dilakukan
upaya pencegahan yaitu dengan mengkaji undang-undang atau peraturan
pemerintah dengan cara memperberat
hukuman orang atau badan yang melanggar karya cipta serta di tindak tegas sesuai
Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang disana ada ketentuan
pidana yang memberi perlindungan kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta dan
melakukan sosialisasi di masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri
masyarakat akan pentingnya menghargai karya cipta orang lain, karena mereka
sudah susah payah berusaha dengan pikiran dan tenaga menghasilkan suatu karya
cipta yang diharapkan akan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Sehingga
tumbuhnya kesadaran dalam diri
masyarakat diharapkan akan mampu mengurangi tindak pidana ini. Sasaran kegiatan
ini antara lain pelaku penggandaan dan pembeli produk bajakan tersebut.
Di
dalam upaya preventif hak yang mengatur perlindungannya, yaitu hak ekonomi
(economic right) dan hak moral (moral right). Hak ekonomi merupakan hak
eksklusif pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan serta bersifat komersil agar mendapatkan suatu keuntungan yang
berupa nilai yang berkaitan dengan karya tersebut.
Jenis
hak ekonomi pada Hak Cipta adalah seperti berikut: (1). Hak perbanyak
(penggandaan), yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama,
hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan
yang sama maupun tidak sama, termasuk pengalihwujudkan ciptaan. (2). Hak
adapatsi (penyesuaian), yaitu penyesuain dari satu bentuk kebentuk yang lain,
seperti penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain, novel dijadikan sinetron,
patung dijadikan lukisan, drama pertunjukan diajadikan radio. (3). Hak
pengumuman (penyiaran), yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran
ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa,
sehingga ciptaan dapat dibaca, di dengar, di lihat, di jual atau disewa oleh
orang lain. (4). Hak pertunjukan (penampilan), yaitu mempertontonkan,
mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan di bidang seni oleh musisi,
seniman, peragawati.
Sedangkan
hak moral dimaksud dalam pasal 5 UU No.28 Tahun 2014 tentang
Hak
Cipta merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk:
a.
Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada
salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
b.
Menggunakan nama aslinya atau samarannnya;
c.
Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam
masyarakat;
d.
Mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
e.
Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi
ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan
kehormatan diri atau reputasinya.
Oleh
karena itu hak moral bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri
khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan, dan integritas yang hanya di
miliki oleh pencipta atau penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau
penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia.
Pada
pengertian tersebut sudah jelas bahwa hak ekonomi dapat dialihkan kepada orang
lain dengan persetujuan pemegang hak cipta atau pencipta karya tersebut.
Sementara hak moral tidak dapat dialihkan karena sudah melekat dan tidak dapat
dipisahkan dari diri pencipta karya tersebut. jadi, hanya hak ekonomi saja yang
dapat beralih atau diperalihkan.
Dalam
pasal 66 UUHC 2014 menjelaskan bahwa tata cara pencatatan ciptaan dalam
permohonan daftar umum ciptaan yang diajukan oleh pencipta, pemegang Hak Cipta,
pemilik hak terkait, atau kuasa kepada menteri dengan permohonan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak
terkait, atau penggantinya serta melampirkan surat pernyataan kepemilikan
ciptaan dan hak terkait dengan membayar biaya. Dalam permohonan tersebut
menteri melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang telah memenuhi syarat,
menteri memberikan keputusan menerima
atau menolak permohonan dalam waktu paling lama 9 (Sembilan) bulan terhitung
sejak tanggal di terimanya permohonan.
Fungsi
sebenarnya pendaftaran ciptaan. yang pertama, berarti bahwa hak atas ciptaan
baru terbit karena pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan. Yang kedua ialah
pendaftaran itu bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya memberikan dugaan
atau sangkaan saja menurut Undang-Undang bahwa orang yang Hak Ciptanya
terdaftar itu berhak sebenarnya sebagai pencipta dari hak yang didaftarkannya.
Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran Hak Cipta dimaksudkan untuk
memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai mengenai Hak Cipta.
2. Upaya Represif
Upaya
represif yaitu suatu upaya untuk menanggulangi terjadinya tindakan penggandaan
karya cipta sinematografi. Dalam kaitan dengan perlindungan hukum terhadap
karya cipta sinematografi maka kegiatan penegakan hukum ini merupakan kegiatan
yang cukup penting, karena perlindungan hukum tanpa penegakan hukum yang baik
tidak akan ada artinya.
Upaya
represif yang dapat dilakukan dalam penanggulangan pelanggaran terhadap Hak
Cipta tersebut melalui sarana hukum, maka hukum perdata, hukum pidana, maupun
hukum administrasi dapat digunakan secara saling mengisi.
Terjadinya
suatu penggandaaan suatu ciptaan untuk mendapatkan suatu ke untungan tanpa
sepengetahuan pencipta akan menjurus terhadap pelaporan atau menggugat
orang/badan hukum yang dalam hal ini aka ada penanganan secara hukum perdata
yaitu penggunaan Hak Cipta secara tanpa hak, dapat digugat berdasarkan
perbuatan melanggar hukum (pasal 1365 KUH Perdata). Sebagai penggugat harus
membuktikan bahwa perbuatan melanggar hukum yang dilakukan tergugat, penggugat
mendapat kerugian. Setelah penggugat melaporkan tergugat ke pengadilan niaga.
penggugat boleh mengajukan penetapan sementara ke pengadilan niaga dengan
tujuan untuk mencegah masuknya barang yang diduga hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait ke jalur
perdagangan, menarik dari peredaran dan menyita serta menyimpan barang bukti,
mengamankan barang bukti dan mencegah penghilangan barang bukti, serta
menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian lebih besar. Seperti yang
diatas dalam pasal 106 UUHC 2014.
Tindak
pidana terhadap Hak Cipta tidak hanya melindungi pribadi, tetapi juga melihat
kepentingan Negara dan masyarakat. hukum kekayaan intelektual dibidang Hak
Cipta ada sanksinya yang akan diberikan jika terjadi pelanggaran terhadap
tindak pidana di bidang Hak Cipta yang berkaitan dengan karya sinematografi
adalah pidana penjara dan/atau denda. Hal ini sesuai dengan ketentuan pidana
dan/atau denda seperti yang di atas dalam pasal 113 – 119 Undang-undang RI
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
penanganan
secara hukum administratif Apabila terjadi pelanggara Hak Cipta khususnya
sinematografi dalam memberikan sanksi administrasi/administratif adalah sanksi
yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan Undangundang
yang bersifat administratif. Pada umumnya sanksi admiministrasi/administratif
berupa denda, pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin usaha,
penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi,
tindakan administratif.
Tanggung Jawab Hukum Apabila Terjadi
Pembajakan Karya Sinematografi Menurut UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Tanggung
jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Dalam proses tanggung jawab
hukumnya berkaitan dengan terjadinya pembajakan karya sinematografi
(film/video) perkembangan industri
perfilman di Indonesia memang unik. bangkitnya film nasional yang ditandai
banyaknya jumlah produksi film lokal dan peningkatan penjualan karcis bioskop,
di satu sisi diwarnai proses pengeroposan besar-besaran yang kontraproduktif
bagi perkembangan kreativitas. Salah satu masalah terbesarnya adalah maraknya
pelanggaran Hak Cipta karya sinematografi (film/video), khususnya pembajakan.
Di
dalam Undang-undang Hak Cipta sudah di atur tentang sanksi-sanksi yang
dikenakan bila terjadi pembajakan terhadap karya cipta. Maka di atur beberapa
ketentuan-ketentuan untuk menindak pelaku-pelaku pelanggaran terhadap Hak Cipta
yakni melalui penegakan hukum secara pidana, secara perdata dan secara
administratif.
Ketentuan Pidana Di Bidang Hak Cipta
Pengajuan
tuntutan pelanggaran atas Hak Cipta dapat juga dilakukan secara pidana.
Undang-undang Hak Cipta telah merumuskan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan
sebagai tindak pidana Hak Cipta. semula tindak pidana Hak Cipta ini merupakan
delik aduan, tetapi kemudian diubah menjadi delik biasa. Dengan dijadikan delik
biasa, penindakan dapat segera dilakukan tanpa perlu haknya dilanggar.
sebaliknya, dengan menjadi delik aduan, penindakannya semata-mata didasarkan
pada adanya pengaduan dari pencipta atau pemegang Hak Cipta yang merasa
dirugikan, sehingga penegakkan hukumnya menjadi kurang efektif.
Oleh
karena itu hukum kekayaan intelektual dibidang Hak Cipta ada sanksinya yang
akan diberikan jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang Hak
Cipta yang berkaitan dengan karya sinematografi adalah pidana penjara dan/atau
denda. Undang-undang terbaru di atur
dalam pasal 113 - 119 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Ketentuan Perdata Di Bidang Hak Cipta
Penegakan
hukum dalam pelanggaran Hak Cipta di Indonesia juga menggunakan sistem hukum
keperdataan. selain tentang prosedur penegakkan hukum HKI juga di atur tentang
penetapan sementara oleh pengadilan niaga yang pengaturannya telah didapati
dalam pasal 106-109 Undang-undang Hak Cipta 2014. Di Indonesia ada kecendrungan
untuk menyelesaikan pelanggaran Hak Cipta dengan upaya hukum pidana di banding
upaya melakukan tuntutan perdata melalui pengadilan niaga untuk memperoleh
ganti rugi. Ganti rugi timbul karena adanya perbuatan melawan hukum. Oleh
karena itu untuk mengajukan gugatan ganti rugi haruslah di penuhi terlebih
dahulu unsur perbuatan melawan hukum yaitu :
Adanya
orang yang melakukan kesalahan.
Kesalahan
itu menyebabkan orang lain menderita kerugian.
Ketentuan Administrasi Di Bidang Hak Cipta
Dalam
memberikan sanksi administrasi/administratif adalah sanksi yang dikenakan
terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan Undang-undang yang bersifat
administratif. Pada umumnya sanksi admiministrasi/administratif berupa Denda
Pembekuan
hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin.
Penghentian
sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi - Tindakan
administratif.
Secara
hukum administrasi, segala bentuk ketentuan administrasi di atur dalam pasal
66-73 Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam Bab IX bagian
kedua mengenai tata cara pencatatan ciptaan.
Review Jurnal:
Pada jurnal ini yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak
Cipta Atas Pembajakan Karya Sinematografi menjelaskan tentang bentuk
perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta karya sinematografi dan tanggung
jawab hukum apabila terjadi pembajakan karya sinematografi. Penelitian jurnal ini menggunakan penelitian hukum
normatif. Dalam penelilitian normatif menggunakan metode pendekatan untuk
mengkaji peraturan perundang– undangan yang berlaku.
Pada bab Pendahuluan, membahas tentang hukum HKI, tujuan hukum HKI, jenis
HKI, pengertian hak cipta, salah satu karya di bidang hak cipta, pengertian
karya sinematografi, dan kenyataan pembajakan yang telah terjadi.
Pada bab Pembahasan di jurnal ini membahas tentang upaya perlindungan
hukum terhadap pemegang hak cipta karya sinematografi, penjelasan upaya
upayanya yakni upaya preventif dan upaya represif, lalu membahas tentang tanggung
jawab hukum apabila terjadi pembajakan karya sinematografi, beserta ketentuan
ketentuan untuk menindak pelaku pelanggaran yakni ketentuan pidana, ketentuan
perdata, dan ketentuan administrasi.
Pada bab kesimpulan dan saran si penulis jurnal tersebut membuat
kesimpulan keseluruhan tentang penelitian terhadap perlindungan hukum terhadap
pemegang hak cipta atas karya sinematografi, dan juga memberikan saran untuk
masyarakat juga pemerintah dalam kesadarannya sebagai upaya dalam penegakkan
hukum terhadap pembajakan atas karya sinematografi agar kedepannya dapat
berkurang pembajakan dan lebih tegas terhadap hukum pembajakan tersebut.
Kesimpulan
Perlindungan
hukum terhadap
pemegang Hak Cipta karya
sinematografi
adalah Upaya perlindungan dengan upaya preventif dan upaya represif. yang dalam
hal ini upaya preventif , yaitu dengan melakukan pendaftaran ciptaan dalam pasal
66-67 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjelaskan tata cara
pencatatan. ciptaan itu sudah dilindungi sejak ciptaan itu lahir tidak wajib
didaftarkan tetapi fungsi pendaftaran Hak Cipta dimaksudkan untuk memudahkan
pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai Hak Cipta. Upaya represif, yaitu
di tindak tegas sesuai pada pasal 112 – 119 Undang-undang No. 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta menjelaskan ada ketentuan pidana yang memberi perlindungan
kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta, penggugat berhak mengajukan ganti rugi
sesuai pada pasal 96 UUHC 2014, serta mengajukan penetapan sementara ke
pengadilan niaga sebelum adanya putusan dari pengadilan dan mencabut izin usaha
atau menutup perusahaan bila berbadan hukum jika memang sudah terbukti secara
sah di pengadilan melakukan pelanggaran Hak Cipta.
Saran
upaya dalam penegakkan hukum terhadap pembajakan karya sinematografi. Perlu
dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya Hak Cipta serta
menyadarkan masyarakat agar lebih menghargai sebuah karya cipta dan memilih CD
atau VCD film yang asli dari pada yang bajakan. Hendaknya peranan pemerintah
dan penegak hukum agar lebih tegas untuk menangani pelanggaran Hak Cipta karya
sinematografi (film/video). mengingat masih banyaknya para pelanggar Hak Cipta
ini yang lolos dari sanksi hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
·
Astuti, Dwi. Perlindungan Hukum Pemegang Hak
Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik, Tesis Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2008.
·
Ditjen HKI. Buku Panduan Hak Atas Kekayaan
Intelektual. Tangerang, 2007
·
Djumhana, Muhammad & R. Djubaedillah. Hak
Milik Intelektual (Sejarah, Teori, & Praktiknya Di Indonesia). cetakan ke
2, Edisi Revisi., PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
·
Saidin, OK. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013
Peraturan
Perundang-undangan
·
Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta
Internet
·
Bincangmedia.wordpress.com, “Mengapa VCD/DVD
Bajakan Marak Di Indonesia?”, Akses tanggal 29 November 2014
·
Habibahpratiwi.blogspot.com. Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI), Akses tanggal 02 Desember 2014
·
Teknologi.kompasiana.com, “Pembajakan Musik
Digital Di Indonesia”, Akses tanggal 24 Desember 2014
·
www.Hukumonline.com, “Film Dan Musik, Karya
Cipta Yang Paling Banyak Dibajak” Akses tanggal 09 oktober 2014
Sumber Link Jurnal:
http://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/L-M-IVAN-HIDAYAT-D1A110065-PERLINDUNGAN-HUKUM-TERHADAP-PEMEGANG-HAK-CIPTA.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar