Selasa, 21 Juni 2016

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Atas Pembajakan Karya Sinematografi

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta karya sinematografi dan tanggung jawab hukum apabila terjadi pembajakan karya sinematografi. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Dalam penelilitian normatif menggunakan metode pendekatan untuk mengkaji peraturan perundang– undangan yang berlaku. Masalah pembajakan karya cipta ini diatur dalam Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pembajakan yang terjadi karena ketidakpedulian masyarakat terhadap sebuah karya cipta dan keadaaan ekonomi masyarakat yang menganggap mahalnya sebuah karya cipta. Berdasarkan hasil hasil  temuan, bahwa sejauh ini aparat penegak hukum belum menegakkan ketentuan sebagaimana diatur dalam di undang-undang dengan tidak menghukum seberat-beratnya kepada pelaku pelanggaran Hak Cipta.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hak Cipta, Karya Sinematografi, Pembajakan

PENDAHULUAN
Hukum HKI adalah hukum yang mengatur perlindungan bagi para pencipta dan penemu karya - karya inovatif sehubungan dengan pemanfaatan karya - karya mereka secara luas dalam masyarakat. Karena itu tujuan hukum HKI adalah menyalurkan kreativitas individu untuk kemanfaatan manusia secara luas. Sebagai suatu hak ekslusif, HKI secara hukum mendapat tempat yang sama dengan hak-hak milik lainnya.
Salah satu jenis HKI yaitu Hak Cipta. khususnya mengenai Hak Cipta akan di di definisikan sebagai berikut. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Salah satu karya dibidang Hak Cipta adalah karya sinematografi. Sinematografi merupakan suatu teknik dalam  menciptakan suatu karya seni khususnya film. Dalam hal ini sangat perlu diperhatikan dalam pembuatan suatu karya sinematografi yaitu teknik sinematogafi dapat di artikan sebagai teknik pembuatan film dan di butuhkan dalam menciptakan karya film yang baik. Teknik sinematografi dalam film menjadi unsur penting dalam menggambarkan atau menuliskan makna dari ide cerita agar mudah dicerna oleh penikmat film atau masyarakat. Teknik sinematografi berkaitan dengan bagaimana tata letak kamera sebagai alat dalam pengambilan gambar dalam menghasilkan visualisasi yang dinamis serta kedalaman ilusi pada obyek, bagaimana bahasa gambar dapat mewakili pesan yang ingin disampaikan, bagaimana pemilihan latar seting atau latar tempat agar dapat mewakiliilustrasi sesuai ide cerita dan berbagai pengaturan lainnya yang berkaitan dengan efek apa yang akan dicapai.
Karya sinematografi merupakan salah satu jenis HKI yang secara nyata telah memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara adalah industri film. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika hasil karya cipta intelektual manusia harus diberikan perlindungan hukum yang memadai.
Kenyataannya film mancanegara juga di bajak tak beda jauh dengan film lokal yang sejak lama mengalami nasib yang sama juga. VCD/DVD bajakan  “ada apa dengan cinta?” misalnya tergolong sangat laris dan menjadi legenda di pasar
gelap negeri ini. Menurut data dari ASIREVI, dua minggu setelah film diliris ke pasaran, tepatnya 21 februari sampai 6 maret 2002, jumlah VCD/DVD yang berhasil digandakan oleh pembajak dalam satu hari bisa mencapai 200.000 keping VCD/DVD ilegal.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan mengenai : 1) upaya perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta atas pembajakan karya sinematografi menurut UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta; 2) tanggung jawab hukum pemerintah apabila terjadi pembajakan karya sinematografi menurut UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum dari pemerintah terhadap pemegang Hak
Cipta atas kasus pembajakan karya sinematografi menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta; 2) Untuk mengetahui tanggung jawab hukum jika terjadi pembajakan karya sinematografi menurut UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang berarti bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum bisnis serta masyarakat umunya mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta atas pembajakan karya sinematografi; 2) Penelitian ini bermanfaat bagi para pembuat film (sineas) tentang perlindungan hukum yang di berikan oleh pemerintah terhadap para pemegang Hak Cipta atas pembajakan karya sinematografi menurut UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang bersumber dari bahan hukum kepustakaan dan aturan Perundang-Undangan, dan metode pendekatannya adalah Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach),
Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), dan Pendekatan Studi Kasus.






PEMBAHASAN
Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Karya
Sinematografi menurut UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Pembajakan dalam bidang film/rekaman video makin marak terjadi. Hal ini dikarenakan kaset yang asli dipatok dengan harga yang lumayan mahal. Jika dibandingkan dengan harga VCD/DVD bajakan yang hanya dibandrol dengan harga sepuluh ribu rupiah per keping. Dengan kualitas gambar yang hampir sama. Tentu saja hal ini merupakan sesuatu yang sangat menarik bagi penggemar film. Dengan semakin banyaknya peminat dan pembeli VCD/DVD bajakan ini, tentu saja membuat pihakpihak yang melakukan pembajakan semakin menjalar.
Menurut pengamatan ASIREVI, pembajakan dalam format VCD/DVD semakin meningkat karena banyaknya  relokasi pabrik VCD/DVD illegal dari Cina,
Hongkong, dan Malaysia ke Indonesia. Diwilayah ini sedikitnya 2 juta keping VCD/DVD diedarkan setiap harinya, termasuk yang beredar dan dijual secara bebas di pertokoan.4
Untuk mengatasi suatu pelanggaran Hak Cipta ada perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah yang bisa di lakukan melalui 2 (dua) cara yaitu :

1.      Upaya Preventif
atau upaya pencegahan yaitu suatu upaya untuk  mengurangi terjadinya kegiatan pembajakan atau penggandaan karya cipta sinematografi yang dapat menyebabkan kerugian. Upaya preventif merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya tindakan penggandaan karya cipta sinematografi.
Ada beberapa penyebab terjadinya pelanggaran HKI terhadap bisnis barangbarang bajakan meningkat, antara lain: (1). Keuntungan lebih mudah diperoleh dibandingkan jumlah investasi dan biaya yang diperlukan untuk aktivitas pemalsuan. Misalnya para pemalsu tidak harus menanggung besarnya biaya riset, iklan, pendaftaran HKI atau untuk mendapatkan lisensi dan untuk mendapatkan Hak Cipta. selain itu pemalsu tidak perlu membayar pajak dan biaya asuransi. (2). para pemalsu dapat membayar denda yang dibebankan oleh pengadilan atau pemerintah. (3). Kemajuan teknologi mendorong barang-barang bajakan yang berkualitas tinggi dapat dengan mudah diproduksi oleh para pemalsu. (4). Sindikat atau kelompok kejahatan menjadi pendukung finansial dan distribusi barang-barang bajakan. (5). Kurang memadainya Undang-undang Hak Cipta dan kurang efektifnya tindakan penegakan hukum di sebuah Negara dimana barang tersebut beredar.
Setelah diketahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana ini barulah bisa dilakukan upaya pencegahan yaitu dengan mengkaji undang-undang atau peraturan pemerintah  dengan cara memperberat hukuman orang atau badan yang melanggar karya cipta serta di tindak tegas sesuai Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang disana ada ketentuan pidana yang memberi perlindungan kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta dan melakukan sosialisasi di masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakat akan pentingnya menghargai karya cipta orang lain, karena mereka sudah susah payah berusaha dengan pikiran dan tenaga menghasilkan suatu karya cipta yang diharapkan akan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Sehingga tumbuhnya kesadaran  dalam diri masyarakat diharapkan akan mampu mengurangi tindak pidana ini. Sasaran kegiatan ini antara lain pelaku penggandaan dan pembeli produk bajakan tersebut.
Di dalam upaya preventif hak yang mengatur perlindungannya, yaitu hak ekonomi (economic right) dan hak moral (moral right). Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta bersifat komersil agar mendapatkan suatu keuntungan yang berupa nilai yang berkaitan dengan karya tersebut.
Jenis hak ekonomi pada Hak Cipta adalah seperti berikut: (1). Hak perbanyak (penggandaan), yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk pengalihwujudkan ciptaan. (2). Hak adapatsi (penyesuaian), yaitu penyesuain dari satu bentuk kebentuk yang lain, seperti penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain, novel dijadikan sinetron, patung dijadikan lukisan, drama pertunjukan diajadikan radio. (3). Hak pengumuman (penyiaran), yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan dapat dibaca, di dengar, di lihat, di jual atau disewa oleh orang lain. (4). Hak pertunjukan (penampilan), yaitu mempertontonkan, mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan di bidang seni oleh musisi, seniman, peragawati.
Sedangkan hak moral dimaksud dalam pasal 5 UU No.28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk:
a.       Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
b.      Menggunakan nama aslinya atau samarannnya;
c.       Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d.      Mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
e.       Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Oleh karena itu hak moral bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan, dan integritas yang hanya di miliki oleh pencipta atau penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia.
Pada pengertian tersebut sudah jelas bahwa hak ekonomi dapat dialihkan kepada orang lain dengan persetujuan pemegang hak cipta atau pencipta karya tersebut. Sementara hak moral tidak dapat dialihkan karena sudah melekat dan tidak dapat dipisahkan dari diri pencipta karya tersebut. jadi, hanya hak ekonomi saja yang dapat beralih atau diperalihkan.
Dalam pasal 66 UUHC 2014 menjelaskan bahwa tata cara pencatatan ciptaan dalam permohonan daftar umum ciptaan yang diajukan oleh pencipta, pemegang Hak Cipta, pemilik hak terkait, atau kuasa kepada menteri dengan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait, atau penggantinya serta melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan hak terkait dengan membayar biaya. Dalam permohonan tersebut menteri melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang telah memenuhi syarat, menteri memberikan keputusan  menerima atau menolak permohonan dalam waktu paling lama 9 (Sembilan) bulan terhitung sejak tanggal di terimanya permohonan.
Fungsi sebenarnya pendaftaran ciptaan. yang pertama, berarti bahwa hak atas ciptaan baru terbit karena pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan. Yang kedua ialah pendaftaran itu bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya memberikan dugaan atau sangkaan saja menurut Undang-Undang bahwa orang yang Hak Ciptanya terdaftar itu berhak sebenarnya sebagai pencipta dari hak yang didaftarkannya. Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran Hak Cipta dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai mengenai Hak Cipta.

2. Upaya Represif
Upaya represif yaitu suatu upaya untuk menanggulangi terjadinya tindakan penggandaan karya cipta sinematografi. Dalam kaitan dengan perlindungan hukum terhadap karya cipta sinematografi maka kegiatan penegakan hukum ini merupakan kegiatan yang cukup penting, karena perlindungan hukum tanpa penegakan hukum yang baik tidak akan ada artinya.
Upaya represif yang dapat dilakukan dalam penanggulangan pelanggaran terhadap Hak Cipta tersebut melalui sarana hukum, maka hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi dapat digunakan secara saling mengisi.
Terjadinya suatu penggandaaan suatu ciptaan untuk mendapatkan suatu ke untungan tanpa sepengetahuan pencipta akan menjurus terhadap pelaporan atau menggugat orang/badan hukum yang dalam hal ini aka ada penanganan secara hukum perdata yaitu penggunaan Hak Cipta secara tanpa hak, dapat digugat berdasarkan perbuatan melanggar hukum (pasal 1365 KUH Perdata). Sebagai penggugat harus membuktikan bahwa perbuatan melanggar hukum yang dilakukan tergugat, penggugat mendapat kerugian. Setelah penggugat melaporkan tergugat ke pengadilan niaga. penggugat boleh mengajukan penetapan sementara ke pengadilan niaga dengan tujuan untuk mencegah masuknya barang yang diduga hasil pelanggaran  Hak Cipta atau hak terkait ke jalur perdagangan, menarik dari peredaran dan menyita serta menyimpan barang bukti, mengamankan barang bukti dan mencegah penghilangan barang bukti, serta menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian lebih besar. Seperti yang diatas dalam pasal 106 UUHC 2014.
Tindak pidana terhadap Hak Cipta tidak hanya melindungi pribadi, tetapi juga melihat kepentingan Negara dan masyarakat. hukum kekayaan intelektual dibidang Hak Cipta ada sanksinya yang akan diberikan jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang Hak Cipta yang berkaitan dengan karya sinematografi adalah pidana penjara dan/atau denda. Hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda seperti yang di atas dalam pasal 113 – 119 Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
penanganan secara hukum administratif Apabila terjadi pelanggara Hak Cipta khususnya sinematografi dalam memberikan sanksi administrasi/administratif adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan Undangundang yang bersifat administratif. Pada umumnya sanksi admiministrasi/administratif berupa denda, pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin usaha, penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi, tindakan administratif.

Tanggung Jawab Hukum Apabila Terjadi Pembajakan Karya Sinematografi Menurut UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Dalam proses tanggung jawab hukumnya berkaitan dengan terjadinya pembajakan karya sinematografi (film/video)  perkembangan industri perfilman di Indonesia memang unik. bangkitnya film nasional yang ditandai banyaknya jumlah produksi film lokal dan peningkatan penjualan karcis bioskop, di satu sisi diwarnai proses pengeroposan besar-besaran yang kontraproduktif bagi perkembangan kreativitas. Salah satu masalah terbesarnya adalah maraknya pelanggaran Hak Cipta karya sinematografi (film/video), khususnya pembajakan.
Di dalam Undang-undang Hak Cipta sudah di atur tentang sanksi-sanksi yang dikenakan bila terjadi pembajakan terhadap karya cipta. Maka di atur beberapa ketentuan-ketentuan untuk menindak pelaku-pelaku pelanggaran terhadap Hak Cipta yakni melalui penegakan hukum secara pidana, secara perdata dan secara
administratif.

Ketentuan Pidana Di Bidang Hak Cipta
Pengajuan tuntutan pelanggaran atas Hak Cipta dapat juga dilakukan secara pidana. Undang-undang Hak Cipta telah merumuskan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana Hak Cipta. semula tindak pidana Hak Cipta ini merupakan delik aduan, tetapi kemudian diubah menjadi delik biasa. Dengan dijadikan delik biasa, penindakan dapat segera dilakukan tanpa perlu haknya dilanggar. sebaliknya, dengan menjadi delik aduan, penindakannya semata-mata didasarkan pada adanya pengaduan dari pencipta atau pemegang Hak Cipta yang merasa dirugikan, sehingga penegakkan hukumnya menjadi kurang efektif.
Oleh karena itu hukum kekayaan intelektual dibidang Hak Cipta ada sanksinya yang akan diberikan jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang Hak Cipta yang berkaitan dengan karya sinematografi adalah pidana penjara dan/atau denda.  Undang-undang terbaru di atur dalam pasal 113 - 119 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Ketentuan Perdata Di Bidang Hak Cipta
Penegakan hukum dalam pelanggaran Hak Cipta di Indonesia juga menggunakan sistem hukum keperdataan. selain tentang prosedur penegakkan hukum HKI juga di atur tentang penetapan sementara oleh pengadilan niaga yang pengaturannya telah didapati dalam pasal 106-109 Undang-undang Hak Cipta 2014. Di Indonesia ada kecendrungan untuk menyelesaikan pelanggaran Hak Cipta dengan upaya hukum pidana di banding upaya melakukan tuntutan perdata melalui pengadilan niaga untuk memperoleh ganti rugi. Ganti rugi timbul karena adanya perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu untuk mengajukan gugatan ganti rugi haruslah di penuhi terlebih dahulu unsur perbuatan melawan hukum yaitu :
Adanya orang yang melakukan kesalahan.
Kesalahan itu menyebabkan orang lain menderita kerugian.

Ketentuan Administrasi Di Bidang Hak Cipta
Dalam memberikan sanksi administrasi/administratif adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan Undang-undang yang bersifat administratif. Pada umumnya sanksi admiministrasi/administratif berupa Denda
Pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin.
Penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi - Tindakan administratif.
Secara hukum administrasi, segala bentuk ketentuan administrasi di atur dalam pasal 66-73 Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam Bab IX bagian kedua mengenai tata cara pencatatan ciptaan.



Review Jurnal:

Pada jurnal ini yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Atas Pembajakan Karya Sinematografi menjelaskan tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta karya sinematografi dan tanggung jawab hukum apabila terjadi pembajakan karya sinematografi. Penelitian  jurnal ini menggunakan penelitian hukum normatif. Dalam penelilitian normatif menggunakan metode pendekatan untuk mengkaji peraturan perundang– undangan yang berlaku.
Pada bab Pendahuluan, membahas tentang hukum HKI, tujuan hukum HKI, jenis HKI, pengertian hak cipta, salah satu karya di bidang hak cipta, pengertian karya sinematografi, dan kenyataan pembajakan yang telah terjadi.
Pada bab Pembahasan di jurnal ini membahas tentang upaya perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta karya sinematografi, penjelasan upaya upayanya yakni upaya preventif dan upaya represif, lalu membahas tentang tanggung jawab hukum apabila terjadi pembajakan karya sinematografi, beserta ketentuan ketentuan untuk menindak pelaku pelanggaran yakni ketentuan pidana, ketentuan perdata, dan ketentuan administrasi.
Pada bab kesimpulan dan saran si penulis jurnal tersebut membuat kesimpulan keseluruhan tentang penelitian terhadap perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta atas karya sinematografi, dan juga memberikan saran untuk masyarakat juga pemerintah dalam kesadarannya sebagai upaya dalam penegakkan hukum terhadap pembajakan atas karya sinematografi agar kedepannya dapat berkurang pembajakan dan lebih tegas terhadap hukum pembajakan tersebut.


Kesimpulan
Perlindungan   hukum terhadap          pemegang        Hak     Cipta   karya
sinematografi adalah Upaya perlindungan dengan upaya preventif dan upaya represif. yang dalam hal ini upaya preventif , yaitu dengan melakukan pendaftaran ciptaan dalam pasal 66-67 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjelaskan tata cara pencatatan. ciptaan itu sudah dilindungi sejak ciptaan itu lahir tidak wajib didaftarkan tetapi fungsi pendaftaran Hak Cipta dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai Hak Cipta. Upaya represif, yaitu di tindak tegas sesuai pada pasal 112 – 119 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjelaskan ada ketentuan pidana yang memberi perlindungan kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta, penggugat berhak mengajukan ganti rugi sesuai pada pasal 96 UUHC 2014, serta mengajukan penetapan sementara ke pengadilan niaga sebelum adanya putusan dari pengadilan dan mencabut izin usaha atau menutup perusahaan bila berbadan hukum jika memang sudah terbukti secara sah di pengadilan melakukan pelanggaran Hak Cipta.
Saran upaya dalam penegakkan hukum terhadap pembajakan karya sinematografi. Perlu dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya Hak Cipta serta menyadarkan masyarakat agar lebih menghargai sebuah karya cipta dan memilih CD atau VCD film yang asli dari pada yang bajakan. Hendaknya peranan pemerintah dan penegak hukum agar lebih tegas untuk menangani pelanggaran Hak Cipta karya sinematografi (film/video). mengingat masih banyaknya para pelanggar Hak Cipta ini yang lolos dari sanksi hukum.



DAFTAR PUSTAKA
Buku
·         Astuti, Dwi. Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik, Tesis Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008.
·         Ditjen HKI. Buku Panduan Hak Atas Kekayaan Intelektual. Tangerang, 2007
·         Djumhana, Muhammad & R. Djubaedillah. Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, & Praktiknya Di Indonesia). cetakan ke 2, Edisi Revisi., PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
·         Saidin, OK. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo  Persada, Jakarta, 2013

Peraturan Perundang-undangan
·         Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Internet
·         Bincangmedia.wordpress.com, “Mengapa VCD/DVD Bajakan Marak Di Indonesia?”, Akses tanggal 29 November 2014
·         Habibahpratiwi.blogspot.com. Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Akses tanggal 02 Desember 2014
·         Teknologi.kompasiana.com, “Pembajakan Musik Digital Di Indonesia”, Akses tanggal 24 Desember 2014
·         www.Hukumonline.com, “Film Dan Musik, Karya Cipta Yang Paling Banyak Dibajak” Akses tanggal 09 oktober 2014

Sumber Link Jurnal:

http://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/L-M-IVAN-HIDAYAT-D1A110065-PERLINDUNGAN-HUKUM-TERHADAP-PEMEGANG-HAK-CIPTA.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar